Serangan Umum 1 Maret 1949
Tulisan Sdr. H. Soewarno Darsoprajitno: “Sumpah Pemuda juga menjiwai Serangan Umum 1 Maret 1949” (PR, 3 Maret 1977) menimbulkan keinginan tahu saya yang sudah lama terpendam untuk mencari bandingan data atas makalah Prof. George Mc.T Kahin:”Some Recollections and Reflections on the Indonesian Revolution” yang dipaparkannya dalam suatu seminar internasional di Jakarta oleh LIPI, tanaggal 11 – 14 Juli 1995, dan diangkat kembali oleh Soebadio Sastrosatomo dalam buku yang ditulis oleh Rosihan Anwar:”Pengemban Misi Politik”.
Pakar sejarah yang menyaksikan sendiri banyak peristiwa revolusi Indonesia itu mengungkapkan pengalamannya ketika menginap di Hotel Merdeka, Yogyakarta, pada tanggal 1 Januari 1949 terjadi serangan oleh tentara Indonesia ke jantung kota Yogyakarta bahkan hingga berhasil menyusup ke pintui belakang Hotel Merdeka yang menjadi markas banyak pejabat senior Belanda, untuk memasang dinamit pada tembok samping hotel, sebelum akhirnya dipukul mundur.
Serangan yang saangat heroik, berani dan taktis itu dinilai mampu menggoncangkan moral Belanda dan meningkatkan semangat juang tentara Indonesia.
Menurut komandan regu pemasangan dinamit yang berhasil ditemuinya sebulan setelah kejadian, para penyerang terdiri dari kesatuan Mobrig Polisi dan dari Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS).
Ada persamaan antara paparan George Mc.T. Kahin itu dengan tulisan H. Soewarno Darsoprajitno di bidang: (1) kejadian; (2) pelaku kejadian; (3) tempat kejadian, dan (4) pengalaman pribadi.
Yang berbeda hanyalah waktu kejadian berlangsung, antara 9 Januari (Kahin) dan 1 Maret 1949 (H. Soewarno), dan keterlibatan KRIS. Bahwa Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dipimpin oleh Komandan WK-III Letkol. Soeharto adalah fakta sejarah, sudah diakui oleh berbagai pihak termasuk oleh Belanda sendiri (kawatHoge Vertegenwoordiger van de Kroon Belanda di Jakarta: Beel, kepada Menteri Daerah Seberang Lautan Kerajaan Belanda: Maarseveen, No. 2830).
Apakah Prof. Kahin “ingatannya sudah kurang jernih” (meminjam ucapan alm. Prof. Nugroho Notosusanto terhadap alm. Bung Hatta tentang hari lahir Pancasila-Dasar Negara) ? Saya berpendapat: Tidak, mengingat pada saat itu ia masih produktif menulis dan sering berbicara dalam forum ilmiah di berbagai negara.
Apakah Sdr. H. Soewarno khilaf dalam menetapkan tanggal kejadian ? Jawabannya sangat kami harapkan dari beliau sendiri. Apakah peristiwa penyerangan oleh Mobrig Polisi itu terjadi berulang, baik pada 9 Januari (bersama KRIS) maupun pada 1 Maret (tanpa KRIS) ? Mungkin Sdr. H. Soewarno pun bisa mengungkapkannya. Mengapa pula peristiwa penyerangan 9 Januari 1949 itu terlupakan begitu saja dalam blantika sejarah Indonesia saat ini ?
Menurut pendapat saya dari analisis urutan waktu, peristiwa 9 Januari itu pun tak kalah pentingnya, bukan hanya ke dalam (sebagaimana pendapat Prof. Kahin: meningkatkan semangat perjuangan tentara Indonesia), melainkan juga ke luar, pada perdebatan di Dewan Keamanan PBB.
Peristiwa itu terjadi di antara waktu aksi militer II Belanda pada 19 Desember 1948 dan terbitnya resolusi Dewan Keamanan PBB tanggal 28 Januari 1949, yang memerintahkan Belanda segera meneyerahkan kedaulatan kepada Indonesia, sebelum 1 Januari 1950.
Pakar sejarah yang menyaksikan sendiri banyak peristiwa revolusi Indonesia itu mengungkapkan pengalamannya ketika menginap di Hotel Merdeka, Yogyakarta, pada tanggal 1 Januari 1949 terjadi serangan oleh tentara Indonesia ke jantung kota Yogyakarta bahkan hingga berhasil menyusup ke pintui belakang Hotel Merdeka yang menjadi markas banyak pejabat senior Belanda, untuk memasang dinamit pada tembok samping hotel, sebelum akhirnya dipukul mundur.
Serangan yang saangat heroik, berani dan taktis itu dinilai mampu menggoncangkan moral Belanda dan meningkatkan semangat juang tentara Indonesia.
Menurut komandan regu pemasangan dinamit yang berhasil ditemuinya sebulan setelah kejadian, para penyerang terdiri dari kesatuan Mobrig Polisi dan dari Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS).
Ada persamaan antara paparan George Mc.T. Kahin itu dengan tulisan H. Soewarno Darsoprajitno di bidang: (1) kejadian; (2) pelaku kejadian; (3) tempat kejadian, dan (4) pengalaman pribadi.
Yang berbeda hanyalah waktu kejadian berlangsung, antara 9 Januari (Kahin) dan 1 Maret 1949 (H. Soewarno), dan keterlibatan KRIS. Bahwa Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dipimpin oleh Komandan WK-III Letkol. Soeharto adalah fakta sejarah, sudah diakui oleh berbagai pihak termasuk oleh Belanda sendiri (kawatHoge Vertegenwoordiger van de Kroon Belanda di Jakarta: Beel, kepada Menteri Daerah Seberang Lautan Kerajaan Belanda: Maarseveen, No. 2830).
Apakah Prof. Kahin “ingatannya sudah kurang jernih” (meminjam ucapan alm. Prof. Nugroho Notosusanto terhadap alm. Bung Hatta tentang hari lahir Pancasila-Dasar Negara) ? Saya berpendapat: Tidak, mengingat pada saat itu ia masih produktif menulis dan sering berbicara dalam forum ilmiah di berbagai negara.
Apakah Sdr. H. Soewarno khilaf dalam menetapkan tanggal kejadian ? Jawabannya sangat kami harapkan dari beliau sendiri. Apakah peristiwa penyerangan oleh Mobrig Polisi itu terjadi berulang, baik pada 9 Januari (bersama KRIS) maupun pada 1 Maret (tanpa KRIS) ? Mungkin Sdr. H. Soewarno pun bisa mengungkapkannya. Mengapa pula peristiwa penyerangan 9 Januari 1949 itu terlupakan begitu saja dalam blantika sejarah Indonesia saat ini ?
Menurut pendapat saya dari analisis urutan waktu, peristiwa 9 Januari itu pun tak kalah pentingnya, bukan hanya ke dalam (sebagaimana pendapat Prof. Kahin: meningkatkan semangat perjuangan tentara Indonesia), melainkan juga ke luar, pada perdebatan di Dewan Keamanan PBB.
Peristiwa itu terjadi di antara waktu aksi militer II Belanda pada 19 Desember 1948 dan terbitnya resolusi Dewan Keamanan PBB tanggal 28 Januari 1949, yang memerintahkan Belanda segera meneyerahkan kedaulatan kepada Indonesia, sebelum 1 Januari 1950.
0 Komentar: